Polda Sumsel Menginstruksikan Jajaran Untuk Menggalakkan Program Restorative Justice

Intel86tv.com | PALEMBANG – Kepolisian Daerah  (Polda) Sumsel menginstruksikan kepada Polres/Polrestabes dan personel Polda Sumsel jajaran, untuk menggalakkan program Restorative Justice (RJ) untuk beberapa kasus yang dianggap perlu dilakukan RJ.

Hal ini dikatakan oleh Direktur Ditreskrimsus Polda Sumsel Kombes Agung Marlianto saat memimpin apel di Mapolda Sumsel yang beralamat di Jalan Sudirman, Kecamatan Kemuning Palembang, Senin (8/5).

“Kita bisa menggunakan RJ atau pengampunan karena, adanya alasan subjektif hukum memiliki aturan, sehingga salah satu langkah menyelesaikan perkara tindak pidana dengan RJ. Dimana pelakunya bertanggung jawab dan korban pun memanfaatkan sehingga di tempuh langkah ini, ” ujar Peraih Adhi Makayasa Alumni Akpol 98

Salah satu aturan yang menjelaskan restorative justice ialah Peraturan Polri (perpol) No 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ia menjelaskan, bahwa perpol No 8 Tahun 2021 ini mengatur tentang penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif, yang akan digunakan sebagai acuan dasar penyelesaian perkara dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana guna dapat memberikan kepastian hukum, sebagaimana diatur tentang penghentian penyelidikan (SPP-lidik) dan penghentian penyidikan (SP3) dengan alasan demi hukum berdasarkan keadilan restoratif.

Di dalam peraturan itu, pengertian restorative justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan.

“Kita menggunakan ini untuk mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, ” jelas dia.

Ada dua kategori syarat yang harus dipenuhi agar sebuah kasus tindak pidana bisa diterapkan restorative justice. Seperti syarat umum. Dalam hal ini diklasifikasikan menjadi dua yakni materiil dan formil.

Untuk bagian materiil, restorative justice tidak boleh menimbulkan penolakan dari masyarakat, berdampak konflik sosial, memecah belah bangsa, bersifat radikal dan separatis.

Selain itu juga pelaku bukan pengulangan tidak pidana berdasarkan putusan pengadilan, serta bukan tindak pidana terorisme, korupsi dan menghilangkan nyawa seseorang.

Sedangkan untuk bagian formilnya, restorative justice berlaku bila ada niat perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali tindak pidana narkoba. Selain itu, pemenuhan hak – hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali tindak pidana narkoba.

Kemudian syarat khusus yang berlaku untuk tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, narkoba, dan lalu lintas. Untuk perkara tindak pidana informasi dan transaksi illegal, pelaku harus bersedia menghapus konten yang diunggah, menyampaikan permohonan maaf, dan bekerja sama dengan penyidik untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Untuk terkait pidana lalu lintas, pelaku mengemudi dengan cara yang membahayakan sehingga mengalami kecelakaan dengan kerugian materil dan korban luka ringan.

Sedangkan untuk penghentian proses penyelidikan atau penyidikan tindak pidana dapat mengajukan surat permohonan oleh pihak korban dan pelaku.

Surat itu ditujukan kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri di tingkat Markas Besar Polri, Kepala Kepolisian Daerah di tingkat Kepolisian Daerah, dan Kepala Kepolisian Resor, untuk tingkat kepolisian resor dan kepolisian sektor. (M.Efendi)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *